Selasa, 16 Juni 2015

PLATO: AJARAN TENTANG IDE-IDE ATAU FORMA-FORMA

PLATO: AJARAN TENTANG IDE-IDE ATAU FORMA-FORMA a. Latar belakang kehidupan Plato Plato merupakan seorang filsuf Yunani, lahir di Athena tahun 427 SM. Dia murid dari Socrates dan guru dari Aristoteles. Ayahnya bernama Ariston, seorang bangsawan keturunan Raja Kodrus. Ibunya bernama Periktione keturunan Solon. Nama Plato yang sebenarnya adalah Aristokles. Karena dahi dan bahunya amat lebar, ia memperoleh julukan “Palto” dari seorang pelatih senamnya.[1] Awal mulanya Plato ingin bekerja sebagai politikus akan tetapi kematian Socrates memadamkan ambisinya untuk menjadi seorang politikus. Selama 8 tahun ia menjadi murid Socrates. Banyak ia bepergian sampai di Italia dan Sisilia. Setelah kembali dari pengembaraannya ia mendirikan sekolah “akademia”. Maksud Plato dengan mendirikan sekolah itu adalah memberikan pendidikan yang intensip dalam ilmu pengetahuan filsafat. Ia memegang pimpinan akademi itu selama 40 tahun.[2] b. Pengenalan tentang ide-ide dan benda-benda jasmani Idea-idea merupakan gambaran-gambaran pikiran yang memimpin pemikiran kita. Idea-idea ini bukan merupakan gambaran-gambaran pikiran yang kita ciptakan, melainkan tampil dalam pikiran kita secara murni dan sifat-sifatnya yang abadi serta tak berubah-ubah. Jika orang yang satu berbeda dari orang yang lain, maka yang demikian ini disebabkan setiap orang dengan caranya masing-masing ambil bagian dalam idea manusia. Idea ini bersifat abadi dan tak berubah-ubah, namun tak pernah diwujudkan secara penuh oleh manusia yang manapun. Itulah sebabnya terdapat perbedaan dalam bangun tubuh serta watak, dan itulah pula sebabnya manusia dapat berubah-ubah dan mati.[3] Menurut Plato esensi itu mempunyai realitas dan realitasnya ada di alam idea. Kebenaran umum itu ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea. Plato menggambarkan kebenaran umum adalah rujukan bagi alam empiris contohnya kuda yang di alam empiris bermacam-macam warna dan bentuk serta jenisnya, tetapi kuda secara umum memiliki unsur umum yang membedakannya dengan sapi dan kambing. Unsur umum inilah yang ada di alam idea dan bersifat universal. Plato berhasil mensintesakan antara pandangan Heraklitos dan Parmenides, menurut Heraklitos segala sesuatu berubah, sedangakan Parmenides mengatakan sebaliknya, yaitu segala sesuatu itu diam.[4] Ambil contoh pohon, misalnya. Melalui akal budi, ide pohon itu dapat dipahami, sedang melalui kesaksian indera, terdapat bermacam-macam jenis dan bentuk pohon. Di dunia ide, hanya dikenal ide tentang pohon (satu dan tetap), tetapi didunia realitas, terdapat perbedaan, perubahan dan perkembangan bermacam-macam jenis pohon. Demikian halnya dengan manusia. Dalam dunia jasmani, dikenal bermacam-macam jenis manusia, tetapi di dunia ide, hanya ada satu, yaitu ide tentang manusia. Manusia sebagai makhluk jasmani, pasti akan mati, dank karena itu musnah. Tetapi, di alam ide manusia akan tetap abadi.[5] Jadi untuk mendamaikan pandangan antara Heraklitos dan Parmenides maka Plato berpendapat bahwa pandangan heraklitos benar, tetapi hanya berlaku pada alam empiris saja, sedangkan pendapat Parmenides juga benar, tetapi hanya berlaku bagi idea-idea bersifat abadi dan idea inilah yang menjadi dasar bagi pengenalan yang sejati.[6] c. Dunia ide-ide dan dunia Penampakan Plato dikenal sebagai filosof dualisme, artinya ia mengakui adanya dua kenyataan yang terpisah dan berdiri sendiri, yaitu dunia ide dan dunia bayangan (inderawi). Dunia ide adalah dunia yang tetap dan abadi , didalamnya tidak ada perubahan, sedangkan dunia bayangan adalah dunia yang berubah, yang mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada indera.[7] Plato menyajikan pandangan filosofisnya dalam bentuk dialog-dialog. Plato menggunakan metode dialog, berlandaskan pemahamannya atas ide-ide Socrates. Bagian filsafat yang berusaha menjawab pertanyaan di sekitar hakikat dan asal-usul pengetahuan manusia disebut “Epistemologi” ( dari kata Yunani epistemos, yang berarti “pengetahuan”, dan logos, yang berarti “studi”. Epistemologi Plato didasarkan pada asumsinya bahwa “universe”, atau kadang-kadang ia disebut “forma” atau “idea”, merupakan satu-satu nya realitas sejati, sedangkan “partikula”, yaitu “zat atau bahan” atau “benda”, hanya merupakan penampakan dari realitas ini. Karena itu, dalam banyak pengalaman kita sehari-hari kita mebiarkan ilusi bahwa benda-benda dan obyek-obyek di sekeliling kita di dunia fisik merupakan realitas terdalam. Sebenarnya bagi manusia situasinya adalah bahwa idea-idea kita bukan hanya menguak keadaan terdalam subyektif, melainkan juga sifat sejati realitas itu sendiri. Oleh sebab itu, tugas hakiki filsuf adalah memperhatikn benda-benda di balik penampakannya belaka supaya dapat mengetahui idea-idea ini.[8] Dunia yang serba berubah dan serba jamak, dimana tiada hal yang sempurna, dunia yang diamati dengan indera, yang bersifat inderawi, dan dunia idea dimana tiada perubahan, tiada kejamakan (dalam arti ini, bahwa yang baik hanya satu, yang adil hanya satu dan yang indah hanya satu saja), yang bersifat kekal. Oleh Plato, jiwa dan tubuh, dipandang sebagai dua kenyataan yang harus dibeda-bedakan dan di pisahkan. Jiwa berdiri sendiri. Jiwa adalah sesuatu yang di kodrati, yang berasal dari dunia idea dan oleh karenanya bersifat kekal, tidak dapat mati. Fungsinya ada 3 yaitu : bagian rasional, yang di hubungkan dengan kebijaksanaan, bagian kehendak atau keberanian, yang dihubungkan dengan pengendalian diri. Jiwa adalah laksana sebuah kereta yang bersais, yang di tarik oleh dua kuda bersayap, yaitu kuda kebenaran, yang lari keatas, kedunia idea, dan kuda keinginan atau nafsu, yang lari kebawah , kedunia gejala. Dalam tarik-menarik itu akhirnya nafsulah yang menang, sehingga kereta itu jatuh ke dunia gejala dan di penjarakan jiwa. Agar supaya jiwa dapat dilepaskan daripada penjaranya, orang harus berusaha mendapatkan pengetahuan, yang menjadikan orang dapat melihat idea-idea, melihat keatas. Jiwa yang di dalam hidup ini berusaha mendapatkan pengetahuan itu kelak setelah orang mati, jiwanya akan menikmati kebahgian melihat idea-idea itu, seperti yang telah pernahdi alami sebelum di penjarakan di dalam tubuh.[9] d. Mitos Gua Plato mempunyai sebuah karya paling termasyhur yang berjudul Negara. Untuk memahami filsafat tentang idea, kita dapat mempergunakan sebuah perumpamaan yang kita temukan dalam buku ketujuh politea, yaitu “perumpamaan tentang gua”. Bayangkan sebuah gua; didalamnya ada sekelompok tahanan yang tidak dapat memutarkan badan, duduk, menghadap tembok belakang gua. Dibelakang para tahanan itu, di antara mereka dan pintu masuk, ada api besar. Diantara api dan para tahanan (yang mebelakangi mereka ada budak- budak yang mebawa pelbagai benda, patung dll. Yang dapat dilihat oleh para tahanan hanyalah bayang-bayang dari benda-benda itu. Karena itu, mereka berpendapat bahwa bayang-bayang itulah seluruh realitas. Namun ada satu dari para tahanan dapat lepas. Ia berpaling dan melihat benda-benda yang dibawa para budak dan api itu. Sesudah ia dengan susah payah keluar dari gua dan matanya mebiasakan diri pada cahaya, ia melihat pohon, rumah dan dunia nyata diluar gua. Paling akhir ia memandang keatas dan melihat matahari yang menyinari semuanya. Akhirnya, ia mengerti bahwa yang dulunya dianggap realitas bukanlah realitas yang sebenarnya, melainkan hanya bayang-bayang dari benda-benda yang hanya tiruan dari realitas sebenarnya dari gua. Namun, waktu ia kembali kedalam gua dan mengajak para tahanan lainnya untuk ikut keluar, mereka malah marah dan tidak mau meninggalkan gua.[10] Dengan perumpamaan gua ini, plato mau memperlihatkan bahwa apa yang pada umumnya dianggap kebenaran masih jauh sekali dari kenyataan yang sebenarnya, dan hanya kalau manusia berani membebaskan diri dari belenggu-belenggunya dan keluar dari gua itulah ia akan sampai pada kenyataan yang sesungguhnya. Bayang-bayang yang dilihat para tahanan itu adalah anggapan-anggapan biasa manusia tentang dunia, atau lebih tepatnya kata-kata yang mengungkapkannya. Benda-benda yang dibawa para budak adalah alam indrawi ( yang tercermin dalam kata-kata). Namun, benda dunia ini pun belum merupakan realitas yang sebenarnya. Untuk sampai pada realitas yang sebenarny, kita harus keluar dari gua itu. Apa realitas yang sebenarnya itu? Realitas yang sebenarnya bukan realitas indrawi. Realitas indrawi hanyalah cerminan realitas yang sebenarnya dalam medium materi ( semisal patung-patung merupakan duplikat dari yang nyata-nyata ada). Realitas yang sebenarnya bersifat ruhani dan oleh plato disebut idea. Idea itu bersifata abadi dan tak akan berubah, seperti halnya idea manusia. Manusia yang berwujud jasmani dan hidup didunia ini merupakan cerminan dari dunia ruhani. Manusia jasmani bisa mati kapan saja, tetapi hakikat manusia sebagai makhluk ruhani tidak akan pernah mati. Dunia jasmani merupakan cerminan dunia ruhani, dunia idea. Karena itu, kalau kita mau memahami kenyataan kita harus mengatasi dunia jasmani dan menjadi sanggup melihat idea-idea sendiri. Manusia dapat menangkap idea-idea itu apabila ia berpikir melalui konsep-konsep dan senatiasa berupaya mencari hakikat dan realitas yang bersifat indrawi dan bendawi. Hakikat-hakikat itu akan menunjuk kepada idea-idea yang abadi dan mendasari segala realitas itu.[11] FOOTNOTE: [1]Ali Maksum, Pengantar filsafat, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, hal. 64-66 [2]. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Yogyakarta: Kanisius, 1980, hal. 38 [3]Soejono Soemargo, sejarah Ringkas Filsafat Barat, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1992, hal. 22 [4]Amsal Bakhtiar, M.A, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA, 2004, hal. 30 [5]Ali Maksum, op. Cit., hal. 70 [6]Amsal Bakhtiar, loc. Cit., hal. 30 [7]Drs. Rizal Mustansyir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 63 [8]Dr. Stephen Palmquis, Pohon Filsafat, Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hal. 51-53 [9]Hadiwijono, op. Cit., hal.41-42 [10]Franz Magnis-Suseno, 13 Tokoh Etika, Yogyakarta: Kanisius, 1997, hal.15-16 [11]Ali Maksum, op. Cit,. hal. 71-72 DAFTAR PUSTAKA Maksum, Ali. 2011. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yoyakarta: Kanisius. Soemargo, Soejono. 1992. Sejarah Ringkas Filsafat Barat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Mustansyir, Rizal dkk. 2003. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka pelajar. PalmQuis, Stephen. 2007. Pohon Filsafat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Magnis, Franz. 1997. 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius.

MAKALAH Materi Al-Qur’an Hadits Kelas IV Semester II

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makalah ini dibuat karena pada masa sekarang ini banyak yang kurang akan pengetahuan tentang pemahaman surah-surah AL-Qur’an. Jadi makalah ini menerangkan surah yang sangat baik untuk diajarkan kepada anak didik, agar mereka dapat memahaminya dari sejak dini, tentang isi kandungan surah AL-Lahab dan dapat mengambil hikmah dari surah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Makalah ini juga memuat tentang kaedah dalam mempelajari ilmu tajwid serta apa saja hadist tentang bersilaturahim. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana memahami dan melafalkan surah Al-Lahab dengan baik dan benar? 2. Bagaimana mengetahui kaedah tajwid tentang idgam dan iqlab? 3. Apa hadist yang berkenaan dengan silaturahim? 4. Pembelajaran apa saja yang didapat dari surah Al-Lahab? C. Tujuan 1. Untuk memahamkan anak dalam memahami dan melafalkan surah dengan baik dan benar 2. Untuk memberikan pengetahuan kepada anak tentang kaedah tajwid idgam dan iqlab 3. Untuk memberikan pengetahuan tentang hadist silaturahim PEMBAHASAN BAB II A. Surah Al- Lahab Artinya: 1. Binasalah keduatangan Abu Lahab dan dia sendiri pun binasa. 2. Tidaklah berguna baginya hartanya, demikian pula apa yang ia usahakan. 3. Kelak ia akan merasakan panasnya api yang bergejolak 4. Begitu pula istrinya, membawa kayu bakar 5. Dilehernya (terikat) tali dari sabut Abu Lahab adalah paman dari Nabi s.a.w sendiri,saudara dari ayah beliau. Nama kecilnya Abdul ‘Uzza. Sebagaimana kita tahu ‘Uzza adalah nama sebuah berhala yang dipuja orang quraisy; Abdul Uzza Bin Abdul Muthalib. Nama istrinya ialah Arwa, saudara perempuan dari Abu Sufyan Sakhar bin Harb, khalah dari Muawiyah. Dia dipanggil Abu Lahab, yang dapat di artikan ke dalam bahasa kita dengan “pak menyala” ; karena mukanya itu bagus, terang bersinar dan tampan. Gelar panggilan itu sudah lebih dikenal orang buat dirinya. Diberitakan dalam sebuah riwayat sahih, bahwa ketika turun firman Allah Swt. Berilah peringatan kepada kerabat_kerabatmu yang terdekat (QS Asy-Syu’ara [26]: 214); Rasulullah Saw. Mendaki bukti Shafa dan memanggil-manggil nama suku-suku Quraisy satu per satu. Maka sejumlah besar orang dari anggota kabilah-kabilah Quraisy datang berkumpul dihadapannya. Sedemikian besarnya keingintahuan mereka, sehingga jika salah seorang diantara mereka berhalangan hadir, ia mengirim seorang utusannya. Dan diantaranya juga berhadir Abu Lahab. Maka mulailah Nabi Saw. Berpidato di hadapan mereka dan berkata, “Bagaimana pendapat kalian, sekiranya aku mengatakan bahwa ada sebuah pasukan berkuda di balik lembah ini, berniat akan menyerbu kalian. Apakah kalian akan mempercayaiku?” jawab mereka, “Ya, kami tidak pernah mendapatimu selain berkata jujur!” maka Nabi Saw. Melanjutkan, “Ketahuilah bahwa aku memperingatkan kalian akan datangnya azab yang pedih (apabila kalian tidak mau beriman kepadaku).” Segera Abu Lahab memotong pembicaraan beliau, sambil berkata, “Binasalah kamu! Apakah hanya untuk ini, kamu mengumpulkan kami semua?” sejak itu, menjadi kebiasaan Abu Lahab, mengikuti Nabi Saw dalam perjalanan beliau kepada kabilah-kabilah sekitar kota Mekkah, untuk menyeru mereka kepada Allah Saw. Setiap kali Nabi Saw, berkata, “Aku adalah utusan Allah kepada kalian,” maka pamannya itu mendustakan ucapannya, sambil melarang mereka membenarkannya. Demikian pula istri Abu Lahab, yaitu Ummu Jamil binti Harb, saudara perempuan Abu sufyandan bibi Mu’awiyah, selalu menyebarkan fitnahan-fitnahan terhadap Rasulullah Saw., di kalangan penduduk Mekkah; dalam usahanya untuk merusak tali persaudaraan dan kekeluargaan di antara mereka. Dan di kalangan bangsa Arab, seseorang yang gemar menyebarkan fitnah-fitnah, biasa diberi gelar si pembawa kayu bakar. “Binasalah kedua tangan Abu Lahab”. (pangkal ayat1). Diambil kata ungkapan kedua tangan didalambahasa Arab, yang berarti bahwa kedua tangannya yang bekerja dan berusaha akan binasa. Orang berusaha dengan kedua tangan, makakedua tangan itu akan binasa artinya usahanya akan gagal; “Watabb!” dan binasalah dia.(ujung ayat 1). Bukan saja usaha kedua belah tangannya akan gagal, bahkan dirinya sendiri, rohani dan jasmaninya akan binasa. “Tidaklah memberi faedah kepadanya hartanya demikian pula apa yang diusahakannya.”(ayat 2). Dia akan berusaha menghabiskan harta bendanya buat menghalangi perjalanan anak saudaranya, hartanya lah yang akan licin tandas, namun hartanya itu tidaklah akan menolongnya. perbuatannnya itu adalah percuma belaka. Segala usahanya akan gagal, yakni usahanya dalam memusuhi Nabi Saw dengan tujuan memperoleh kedudukan dan kemasyhuran. Menurut riwayat dari Abdurrahman bin Kisan, kalau ada utusan dari kabilah-kabilah Arab menemui Rasulullah s.a.w di Makkah hendak minta keterangan tentang islam, mereka pun ditemui oleh Abu Lahab. Kalau orang itu bertanya kepadanya tentang anak saudaranya itu, sebab dia tentu lebih tahu, dibusukkannyalah Nabi s.a.w dan dikatakannya: Kadzdzab, Sahir”. (penipu, tukang sihir). Namun segala usahanya membusuk-busukan Nabi itu gagal juga. Kelak ia akan merasakan panasnya api yang bergejolak. Yakni api akhirat yang tiada yang mengetahui kadar panasnya kecuali Allah dan yang di dalamnya kelak Abu Lahab akan diazab, sebagai balasan bagi perkembangan serta kekerasan hatinya terhadap Nabi Saw dan bersamannya merasakan azab adalah istrinya, Ummu Jamil. Seperti tersebut dalam firman Allah, dan istrinya, si pembawa kayu bakar’. Yakni, si penyebar fitnahan yang mengobarkan api di antara manusia. Seolah-olah ia mengangkut kayu bakar untuk membakar hubungan persaudaraan di antara mereka. Dan untuk melukiskan keburukan Abu Lahab, dalam ayat setelah itu dinyatakan dilehernya (terikat) tali dari sabut. Yakni, dalam upayanya yang tak kenal lelah untuk merusak hubungan persoalaan dan mengobarkan api permusuhan di antara mereka, ia tak ubahnya seperti seorang pembawa kayu bakar yang di lehernya ada tali sabut yang kasar, untuk mengikat kayu yang dibawanya. Begitulah gambaran terburuk seorang perempuan yang mengangkut kayu dengan ikatan tali sabut di lehernya, yang ditarik kuat-kuat sehingga nyaris membuatnya sesak nafas. Jadi dapat disimpulkan dari segala penafsiran ayat-ayat di atas berlaku pula atas diri siapa saja yang berusaha memalingkan manusia dari mempelajari Kitab Allah, serta memahami pelajaran dan hukum-hukum yang tercantum didalamnya. Kita memohon agar Allah Swt., melimpahkan keselamatan atas diri kita, seraya menunjukkan puji-pujian kepada-Nya atas hidayah-Nya yang menjauhkan kita dari segala penyimpangan. B. Kaidah Tajwid Tentang Idgham dan Iqlab 1. Idgham Bighunnah اِدْغَامْ بِغُنَّةْ Bacaan Idgham Bighunnah yaitu: Ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf empat, yakni: a. Ya = ي b. Nun =ن c. Mim = م d. Wawu =و Contoh : 1) Nun Mati/Tanwin bertemu Ya خَيْرًا يَرَهْ 2) Nun Mati/tanwin bertemu Nun عَنْ نَفْسٍ 3) Nun Mati/Tanwin bertemu Mim فِى عَمَدٍ مُمَدَّدهْ 4) Nun Mati/Tanwin bertemu Wawu مِنْ وَرَاءِهِمْ Dilihat dari artinya, Idgham itu memasukkan (mentasydidkan) huruf yang pertama (berupa nun mati/tanwin) kedalam huruf ke dua (yakni: Ya, Nun, Mim atau Wawu) sedang Bi-Ghunnah berarti memasukan huruf disertai dengan suara dengung. 2. Idgham Bilaa Ghunnah اِدْغَامْ بِلَا غُنَّةْ Bacaan Idgham Bilaa Ghunnah yaitu: Ketika Nun mati/Tanwin bertemu dengan salah satu huruf dua, yaitu: a. ل = Lam b. ر = Ra Contoh: 1) Nun Mati/Tanwin bertemu Lam مَالًا لُبَدَا مِنْ لَدُ نْكَ 2) Nun Mati/Tanwin bertemu Ra اِنَّ اللهَ غَفُوْ رٌرَحِيْمٌ مِنْ رَبِّهِمْ Dilihat dari artinya, Idgham Bilaa Ghunnah yaitu: Memasukkan (Mentasydidikan) huruf yang pertama (berupa nun mati/tanwin) kedalam huruf kedua (yakni: lam atau Ra) tanpa mendengung. 3. Iqlab إِقْلَا ب Iqlab secara bahasa adalah memindahkan sesuatu dari bentuk asalnya (kepada bentuk lain). Sedangkan menurut istilah menjadikan suatu huruf kepada makhraj huruf lain seraya tetap menjaga ghunnah (sengau) pada huruf yang ditukar. Nun mati/tanwin bertemu Ba suaranya berubah menjadi Mim dengan dengung selama dua harakat. Contoh: C. Hadits Tentang Silaturahmi Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada umatnya agar jangan memutuskan hubungan silaturahmi antara sesama umat Islam, keluarga, teman atau tetangga karena beliau telah bersabda yang artinya: “ Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturahmi”. Silaturahmi dapat mempererat kekieluargaan, memperkuat persatuan, terciptanya kedamaian, dan kesejahteraan bersama. عَنْ آَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ آَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ آَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَه فِيْ رِزْقِه وَيُنْسَآَ لَه فِيْ آثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (متفق عليه) Artinya: “ Siapa saja yang ingin dilapangkan (diluaskan) rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya menghubungkan tali silaturahmi.” (Muttafaq ‘Alaih) Silaturahmi berasal dari bahasa Arab, yaitu kata صِلَّةٌ (Sillah) dan kata الرَّحِيْمُ (Arrahim). Kata Sillah berasal dari kata wasala yang artinya menyambung atau menghimpun. Sedangkan kata arrahim berasal dari kata رَحِمَ yang artinya kasih sayang atau kandungan. Jadi, Silaturahmi berarti menyambung atau menghimpun hubungan kasih sayang persaudaraan yang terputus atau bercerai-cerai karena suatu hal. Jadi, Silaturahmi sesungguhnya dapat dilakukan dengan: 1. Berkunjung ke rumah keluarga yang tempat tinggalnya jauh. 2. Berkunjung kerumah saudara dan teman yang lama tidak berjumpa atau bertemu. 3. Berkirim surat atau menelpon menyakan kabar keadaanya. Hadits diatas mengandung perintah agar kita umat Islam suka melakukan silaturahmi kepada keluarga, saudara, teman, dan tetangga. Dengan silaturahmi akan tercipta persaudaraan yang kokoh dan bersatu sehingga akan tercipta kehidupan yang damai, aman, dan sejahtera. Rasulullah SAW telah bersabda bahwa kita umat Islam harus suka melakukan silaturahmi. Karena orang yang melakukan silaturahmi akan mendapatkan 2 manfaat sekaligus, yaitu: 1. Dilapangkan (diluaskan) rezekinya 2. Dilapangkan umurnya Ketahuilah oleh bahwa setiap perintahkan kepada kita umat Islam, ada keuntungan dan hikmah didalamnya. Hikmah silaturahmi: 1. Memperoleh keridaan Allah SWT. 2. Menggembirakan sanak keluarga. 3. Membuat malaikat sangat senang (gembira). 4. Mendapat pujian dari manusia (bukan karena riya’). 5. Membuat iblis sangat sedih. 6. Menambah umur. 7. Menambah berkah dalam rezeki. 8. Menyenangkanorang-orang yang telah meninggal. 9. Menambah kasih sayang. 10. Menambah pahala setelah ia meninggal. BAB III PENUTUP Kesimpulan Dalam memahami Surah Al-Lahab dapat kita ambil pelajaran, karena Surah ini memuat tentang siapa saja yang berusaha memalingkan manusia dari mempelajari Kitab Allah, serta memahami pelajaran dan hukum-hukum yang tercantum didalamnya. Kita memohon agar Allah Swt., melimpahkan keselamatan atas diri kita, seraya menunjukkan puji-pujian kepada-Nya atas hidayah-Nya yang menjauhkan kita dari segala penyimpangan. Idgham Bighunnah : Bacaan Idgham Bighunnah yaitu: Ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf empat. yakni: ن م و ي Idgham Bilaa Ghunnah: Bacaan Idgham Bilaa Ghunnah yaitu: Ketika Nun mati/Tanwin bertemu dengan salah satu huruf dua, yaitu: ل ر Iqlab: Iqlab secara bahasa adalah memindahkan sesuatu dari bentuk asalnya (kepada bentuk lain). Sedangkan menurut istilah menjadikan suatu huruf kepada makhraj huruf lain seraya tetap menjaga ghunnah (sengau) pada huruf yang ditukar. DAFTAR PUSTAKA Abduh Muhammad. 1999. Tafsir Juz Amma. Bandung: Mizan Anggota IKAPI. Hamka. 1992. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas. Masrap Suhaemi AH. Ilmu Tajwid, Surabaya: KaryaUtama. K.H.As’ad Humam. 1995.Cara Cepat Belajar Tajwid Praktis, Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ Nasional. Sayuti, dkk. 2009. Bina Belajar Al-Qur’an dan Hadis untuk MI kelas IV, Jakarta: Erlangga.

Senin, 15 Juni 2015

Resep kue bingka




POTATO’S BINGKA
Ingredients:


Sugar = 250 grams
Chicken egg = 3 pieces
Sacks of flour = 75 grams
= 1 sheet of pandan leaves
Santan = 1 milli liter or 1000 liter
Vanilla / Vanilla = half teaspoon / teaspoon
Half a teaspoon of salt = / tsp
The potatoes are boiled, peeled and softened = 250 gram

How to cook:


1. Small fire simmered in coconut milk with salt, pandan leaves and vanilla to boiling and lift, strain and chill. Try the remaining coconut milk about 600 ml
2. Sugar and eggs whipped-cream until fluffy half
3. Then put the potatoes are mushy / soft into it with flour and stir until blended.
4. Coconut milk mixed with potato egg mixture and stir until smooth.
5. Remove the mold that has been greased by butter Cover baking paper.
6. Pour the batter and put into the oven for baking temperature of 180 degrees Celsius in 45 minutes.

Bahan-Bahan:

Gula pasir = 250 gram
Telor ayam = 3 buah
Tepung trigu = 75 gram
Daun pandan = 1 lembar
Santan = 1 liter atau 1000 mili liter
Vanili / Panili = setengah sendok teh / sdt
Garam = setengah sendok teh / sdt
Kentang yang sudah direbus, dikupas dan dilunakkan = 250 gram


Cara Memasak :

1. Santan direbus di api kecil bersama dengan garam, daun pandan dan panili sampai mendidih lalu angkat, saring dan dinginkan. Santan yang tersisa usahakan sekitar 600 ml
2. Gula pasir dan telur ayam dikocok-kocok hingga setengah mengembang
3. Lalu masukkan kentang yang sudah benyek / lunak ke dalamnya beserta terigu lalu diaduk hingga rata.
4. Santan dicampur dengan campuran telur kentang dan aduk hingga licin.
5. Keluarkan cetakan yang sudah dilumuri oleh mentega di alasi kertas roti.
6. Tuangkan adonan dan masukkan ke dalam oven untuk dipanggang dalam suhu 180 derajat celcius 45 menit lamanya.


Makalah b.arab Qawait



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pembelajaran qawa’id merupakan hal yang sangat urgen sekali, karena dengan memahami qawa’id secara baik akan mengantarkan kepada pemahaman teks  yang tepat dan benar. Oleh karena betapa pentingnya hal ini, pemakalah akan membahas lebih lanjut tentang pengertian, materi, model,pendekatan, metode, strategi, media, evaluasinya serta pembuatan silabus dan RPP dalam penyampaian qawaid.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Qawaid/takrib?
2.      Apa materi Qawaid/tarkib di MI?
3.      Apa saja model pembelajaran Qawaid/tarkib di MI?
4.      Apa pendekatan, metode, strategi, media dan evaluasinya?
5.      Bagaimana cara membuat silabus dan RPP pembelajaran Qawaid/tarkib di MI?
6.      Dan bagaimana cara mempraktekkannya?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian Qawaid/tarkib di MI.
2.      Mengetahui materi Qawaid/tarkib di MI.
3.      Memahami apa saja model pembelajaran Qawaid/tarkib di MI.
4.      Dapat mengetahui pendektan, metode, strategi, media dan evaluasinya.
5.      Bisa membuat silabus dan RPP pembelajaran Qawaid-terkib di MI.
6.      Bisa mempraktekan pembelajarannya.

D.    Metode Penulisan
Menggunakan metode kepustakaan mengambil dari beberapa referensi buku bahasa paket Arab dan buku bahasa Arab tentang Qawaid di MI, serta menggunakan sosial internet untuk memeperlengkap referensi.


















BAB II
PEMBAHASAN
PEMBELAJARAN QAWAID/TARKIB di MI


A.    Pengertian Qawaid/tarkib
Pembelajaran qawa’id merupakan suatu kemestian, karena dengan memahami qawa’id seseorang mampu memahami bahasa Arab dengan tepat dan benar.Selain itu yang dimaksud qawaid/tarkib dalam bahasa Arab yaitu susunan yang ditinjau dari ilmunahwu dan ilmu shorof.Pengertian dari ilmu nahwu sendiri adalah ilmu yang membahas kedudukan kalimah dalam bahasa arab ditinjau dari segi I’rob.[1]
Sedangkan ilmu shorof adalah perubahan asal suatu kata kepada beberapa kata yang berbeda untuk mencapai arti yang dikehendaki yang bisa tercapai hanya dengan perubahan tersebut.
Mempelajari kaidah ini erat hubungannya dengan cara membaca kalimat dalam bahasa Arab, termasuk dalam qira’ah di depan, yaitu mengenai i’rab, tasrif, i’lal, dan lain-lain. Juga erat hubungannya dengan pemahaman yang benar. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyampaiaan materi kaidah antara lain :
1.      Guru menyuruh siswa membaca, memperhatikan dan memahami contoh-contoh kalimat.
2.      Guru menjelaskan kaidah yang terkandung dalam contoh susunan kalimat.
3.      Dalam menjelaskan kaidah, guru dapat menggunakan buku lain sebagai pelengkap, seperti kitab nahwu dan saraf.
4.      Guru melakukan Tanya jawab untuk memperkuat pemahaman kaidah.
5.      Guru memberikan tugas untuk mengerjakan latihan dan mengoreksinya.[2]

B.     Materi Qawaid/tarkib di MI
Dalam pembelajaran MI qawaid erat hubungannya dengan cara membaca kalimat dalam bahasa Arab, qawaid ini bisa disebut juga tata bahasa. Pembelajaran qawaid di MI membahas secara terkhusus tidak terlalu luas dalam artian supaya mudah dipahami oleh peserta didik. Adapun materi qawaid yang terdapat pada tingkat MI yaitu sebagai berikut :

1.      Na’t (kata sifat)
Na’t atau kata sifat adalah kata yang menunjukan sifat kata sebelumnya. Contoh kata sifat adalah sebagai berikut :
a.       وَاسِعٌ                Luas
b.      نَظِيْفٌ              Bersih
c.       طَوِيْلُ               Panjang

2.      Mubtada’, Khabar, Zarf dan Jar Majrur
Susunan kalimat yang digunakan pada bab ini adalah
مُبْتَدَأٌ + خَبَرٌ + ظَرْفٌ أَوْ جَارٌّ وَمَجْرُوْرٌ
Mubtada’ adalah ism yang terletak di awal kalimat atau jumlah dan berfungsi sebagai subjek. Adapun khabar adalah ism yang terletak sesudah mubtada’ serta menyempurnakan pengertian kalimat atau berfungsi sebagai predikat. Sedangkan huruf jar adalah huruf yang menyebabkan kata yang ditempelinya menjadi jar (kasroh). Yang termasuk pada huruf jar adalah……….
مِنْ، اِلىَ، عَنْ، عَلَى، فِي، ب،ك،ل
Contoh kata الله boleh dibaca fatah, dhomah, kasroh tapi setelah ditempeli huruf jar maka bacanya wajib kasrohمِنَ اللهِ، بِاللهِ عَلَى اللهِ
Sedangkan majrur adalah kata yang ditempeli huruf jar dan harus dibaca jar (kasroh). Jadi kata مِنَ اللهِ, مِن adalah huruf jar dan kata اللهِ adalahmajrur. Kita kembali pada pembahasan khabar jar majrur. Khabar jar majrur adalah khabar yang tersusun dari haraf jar dan majrur.

3.      Kahabar Muqaddam + Mubtada’ Mu’akhkhar
Pengertian mubtada’ dan khabar telah dijelaskan pada penjelasan di atas. Pada dasarnya, setiap mubtada’ terletak di awal kalimat atau jumlah. Akan tetapi, adakalanya khabar diletakkan sebelum mubtada’ dan mubtada’ diakhirikan sesudah khabar. Khabar harus didahulukan atas mubtada’ dengan syarat sebagai berikut.
a.       Mubtada’ berupa ism nakirah, sedangkan khabar-nya berupa syibhul jumlah.
b.      Khabar berupa kata Tanya.




4.      Jumlah mufidah
Mufidah adalah berupa kalimat sempurna yang memiliki kelengkapan kata. Contohnya seperti :
a.       Kebun itu bagus.                     الْبُسْتَا نُ جَمِيْلٌ
b.      Matahari itu terbit.                  الشَّمسُ طَا لِعَةٌ
c.       Ikan itu hidup di air.[3]              يَعِيْشُ السَّمَكُ فى الْمَاءِ
Pembahasan
Jika kita perhatikan susunan kalimat yang pertama, maka kita menemukan kalimat itu tersusun dari dua kata, kata kesatu الْبُسْتَا نُ(kebun)dan kedua  جَمِيْلٌ(bagus). Jika kita ambil kata kesatu saja yaitu kata  الْبُسْتَا نُmaka kita tak akan mengerti maksudnya kecuali arti kata tunggal itu saja yang tidak cukup sempurna digunakan untuk bercakap-cakap. Demikian pula keadaanya bila kita ambil kata yang ke dua saja yaitu  جَمِيْلٌ.Tetapi bila ke dua kata itu kita hubungkan sedemikian rupa seperti dalam susunan di atas, kemudian kita ucapkan:الْبُسْتَا نُ جَمِيْلٌ(kebun itu bagus)
Maka kita dapat memahami maknanya yang lengkap, dan kita pun mengambil faedahnya secara sempurna, yaitu bahwa sifat kebun itu bagus. Oleh karena itu susunan ini dinamakanجُمْلَةً مُفِيْدَ ةً  (Kalimat sempurna). Setiap kata dari dua kata dalam kalimat itu dihitung sebagai bagian dari jumlah (kalimat), demikian pula dengan contoh-contoh lain di atas.
Dengan demikian,kita berpendapat bahwa satu kata saja tidaklah cukup untuk bercakap-cakap. Percakapan itu hendaknya tersusun dari dua kata atau lebih sehingga orang dapat mengerti secara sempurna.[4]

C.    Model Pembelajaran Qawaid/tarkib di MI
Model pembelajaran Qawaid/tarkib di MI masih tergolong sederhana menurut sistem yang terbaru di Mesir, bahwa pembelajaran Qawaid diajarkan di kelas V dan VI hanya sekedarnya saja tidak terlalu mendalam.
Mempelajari kaidah ini erat hubungannya dengan cara membaca kalimat dalam bahasa Arab, termasuk dalam qira’ah di depan, yaitu mengenai i’rab, tasrif, i’lal, dan lain-lain. Juga erat hubungannya dengan pemahaman yang benar.
Model pembelajaran Qawaid/tarkib di MI hanya berupa tata bahasa saja yang mudah untuk dipahami oleh peserta didik, tata bahasanya pun sangatlah umum dan sering dijumpainya dilingkungan dan kehidupan sekitarnya.[5]

D.    Pendekatan, Metode, Strategi, Media, dan Evaluasi Pembelajaran Qawaid/tarkib di MI

1.      Pendekatan dan Metode Pembelajaran Qawaid di MI
Penerapan metode yang lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku Arab klasik. Pendekatan pembelajaran ini  memerlukan metode pembelajaran yang tepat. Pilihan yang tepat adalah metode eklektik, yaitu metode gabungan yang mengambil aspek-aspek positifnya baik dari keterampilan maupun pengetahuan bahasa, sehingga mencapai tujuaan dan hasil pembelajaran yang maksimal. Metode eklektif dimaksud mencakup metode percakapan,membaca, latihan, dan tugas.[6]
                                                            
Metode Pembelajaran Qawaid/tarkib di MI :
a)      Metode Istiqraaiyyah dalam Pembelajaran Qawa’id/tarkibdi MI
Qawa’id merupakan bagian dari pembahasan bahasa Arab yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan. Metode Istiqraaiyyah merupakan metode yang paling cocok untuk pembelajaran bahasa Arab. Metode ini dikemukakan dengan pemberian contoh kemudian menetapkan kaedah- kaedahnya.
Adapun kebiasaan sebelumnya dalam pembelajaran qawa’id bahasa Arab adalah metode al-Ilqaaiyyah al-Akhbaariyyah, yaitu adanya serentetan qawa’id yang diikuti dengan contoh- contoh. Akan tetapi para pakar menyarankan untuk tidak menggunakan metode ini dan menggunakan metode Istiqraaiyyah. Dalam metode ini dikemukakan contoh-contoh yang beraneka ragan sesuai dengan kehidupan, pengalaman serta pengetahuan siswa, setelah itu baru ditetapkan qawa’idnya dari contoh-contoh tersebut.
Agar sukses dalam pembelajaran qawa’id, seorang guru mesti mempersiapkan materi serta langkah- langkah metode pembelajaran qawa’id sebelumnya, kemudian memberikan hak masing-masing langkah dari langkah-langkah yang ada, sehingga satu tahapan dengan tahapan yang lainnya tidak berdiri sendiri. Seorang guru juga harus memperhatikan contoh- contoh yang diberikan dalam pembelajaran qawa’id, mudah, jelas dan tidak berlawanan dengan pengetahuan dan pemikiran siswa sehingga mereka memahaminya. Dan lebih diutamakan memilih sebuah paragraf yang menghimpun semua contoh-contoh yang mengantarkan kepada kaedah baru.
Dan untuk pemantapan qawa’id yang telah dipelajari siswa, akan lebih baik jika guru memberikan latihan-latihan, berupa lisan kemudian tulisan.
b)     Metode Al-Iqtishaadiyyah dalam Pembelajaran Qawa’id /tarkib di MI                 
Dalam pembelajaran qawa’id, metode- metode sebelumnya merupakan metode yang sering digunakan, berbeda dengan metode Al-Iqtishaadiyyah, yaitu mempelajari qawa’id ketika pembelajaran Muthala’ah dan teks-teks sastra tanpa mengkhususkan waktu tertentu untuk mempelajarinya dan tidak ditemukan pembelajaran ini dalam jadwal pembelajaran. Siswa mendiskusikan kaedah-kaedah tersebut kemudian guru memberikan penjelasan serta tambahan dengan metode Istiqraaiyyah, sehingga siswa memahami kaedah demi kaedah.
c)      Metode Taqliidiyyah
Metode dengan menyebutkan kaedah-kaedah, pengertian atau pembahasan secara umum, kemudian diikuti dengan contoh-contoh yang sesuai. Misalnya Jamii’uddurus Al-‘Arabiyyah, qawa’id disajikan dengan cara mengawalinya melalui defenisi / kaedah, baru disertai dengan contoh dan penjelasan.[7]
2.      Strategi dan Media Pembelajaran Qawaid/tarkib di MI
Strategi Pembelajarannya antara lain :
a)      Deduktif
1)      Memberikan contoh-contoh sebelum memberikan kaidah gramatika, karena contoh yang baik akan menjelaskan gramatika secara mendalam daripada gramatika saja.
2)      Jangan memberikan contoh hanya satu kalimat saja, tetapi harus terdiri dari beberapa contoh dengan perbedaan dan persamaan teks untuk dijadikan analisa perbandingan bagi peserta didik.

3)      Mulailah contoh-contoh dengan sesuatu yang ada di dalam ruangan kelas/media yang telah ada dan memungkinkan menggunakannya.

4)      Mulailah contoh-contoh tersebut dengan menggunakan kata kerja yang bisa secara langsung dengan menggunakan gerakan anggota tubuh.

5)      Ketika mengajarkan kata sifat hendaknya menyebutkan kata-kata yang paling banyak digunakan dan lengkap dengan pasangannya. Misalnya hitam-putih, bundar-persegi.

6)      Ketika mengajarkan huruf jar dan maknanya, sebaiknya dipilih huruf jar yang paling banyak digunakan dan dimasukkan langsung ke dalam kalimat yang paling sederhana. Contoh Jumlah ismiyyah: الكتاب في الصندوق, Contoh jumlah fi’iliyah : خرج الطاب من الفصل

7)      Hendaknya tidak memberikan contoh-contoh yang membuat peserta didik harus meraba-raba karena tidak sesuai dengan kondisi pikiran mereka.

8)      Peserta didik diberikan motivasi yang cukup untuk berekspresi melalui tulisan, lisan bahkan mungkin ekspresi wajah, agar meraka merasa terlibat langsung dengan proses pengajaran yang berlangsung.


Manfaat atau kegunaan dari strategi deduktif ini adalah agar siswa lebih memhami kaidah tata bahasa nahwu secara menyeluruh yang terdapat dalam sebuah kalimat.

b)     Mind Mapping
1)      Proses belajar dilakukan secara interaktif. Dengan mengaktifkan tiga alat sensor utama yaitu pendengaran, penglihatan, dan gerakan anggota tubuh maka proses pembelajaran akan lebih mudah dan tidak membosankan. Gerakan tubuh dilakukan dengan cara membuka tombol-tombol yang ada, dan anda akan menemukan hubungan antara satu tombol dengan tombol yang lain.

2)      Sistematika pembahasan. Sistematika pembahasan diawali dari yang paling mudah dulu dan diusahakan tidak ada tumpang tindih pembahasan, maksudnya materi yang belum perlu dibahas tidak dibahas kecuali sedikit, apabila terpaksa harus dibahas, dan tidak ada penekanan.
3)      Menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Penggunaan istilah-istilah dalam Tata Bahasa Arabditulis dengan tulisan latin agar tidak terkesan rumit.

4)      Menggunakan peta pikiran. Penggunaan peta pikiran akan lebih mudah memberikan gambaran global tentang apa saja yang akan dibahas dan memudahkan dalam memahami hubungan antara satu bab dengan bab lainnya. Penggunaan peta pikiran juga akan memudahkan dalam menghafal materi.

Manfaat atau kegunaaan dari strategi mind mapping ini adalah siswa lebih sistematis dalam berfikir dan mempermudah siswa dalam teori pengajaran nahwu.

Media Pembelajarannya antara lain :

a)      Kubus Struktur
Kubus struktur adalah sebuah kotak yang berbenyuk kubus yang kesemua sisinya ukurannya sama.kubus ini terbuat dari kertas yang kuat atau triplek, yang didalamnya memuat unsur-unsur kalimah yang telah diajarkan oleh guru.
Pada setiap sisi kubus ditulis kalimah dengan tujuan sebagai media untuk mempelajari susunan kalimah. Misalakan saja pada kubus pertama dibuat kaliamh yang mempunyai kedudukan sebagai mubtada atau pada kubus kedua sebagai fi’il pada kubus ketiga sebagai maf’ulbih pada kubus ke empat sebagai hal. Kalimah itu diletakan pada kertas dan ditempelkan pada kubus. Kubus struktur ini cocok untuk mempelajari kedudukan kalimah.
Langkah-langkah penggunaan kubus kalimah :
a.       Letakan kubus struktur pada meja yang tinggi dengan urutan kalimahnya.
b.      Bacalah kalimah yang terdapat pada sisi kubus dua atau tiga kali.
c.       Guru mencari materi lkemudia membaca lalu diikuti oleh para murid.
d.      Putar kubus pertama untuk mubtada’ jika ingin belajar tenteng fi’il putarlah kubus yang kedua jika ingin belsjsr mengenai mafbul bih putar kubus yang ketiga.

b)     Papan Selip
Papan selip merupakan media yamg berupa papan yang memiliki saku. Papan ini ditempelkan pada papan tulis yang diletakan dari ujung kiri ke ujung kananpapan ini dibuat dari karton ukurannya 100 cm x 70 cm. papan selip sangat membantu siswa dalam mempelajari tarkib dan mengurutkan kalimah, menyempurnakan jumlah dengan mengganti gambar sebagai kalimah. Lebih bagusnya untuk pembaca, membaca dulu.
Langkah-langkah penggunaan papan selip sebagai media dalam mempelajari tarkib atau kedudukan kalimah.
Perubahan shighot
Langkah ini dibagi menjadi dua yaitu :



a.       Persiapan
1)      Menentukan judul yang diinginkan, misalkan ingin mengubah fi’il menjadi fail.
2)      Sediakan kalimah yang digunakan sebagai latihan dalam perubahan bentuk kalimah.
3)      Tulislah setiap kalimah dari bentuk tarkib kedalam kartu dengggan garis yang besar (penulisan fi’il dengan warna merah atau dengan garis bawah).
4)      Tulislah pada kertas isim fa’il dari setiap fi’il yang lain sesuai dengan kalimah yang ada.

b.      Pendahuluan
1)      Letakkan papan pada dinding didepan siswa’
2)      Letakan seluruh kalimah yang telah ditulis dalam kertas masukan kedalam kantong dan berilah jarak pada setiap jumlah/kalimah.
3)      Bacalah kalimah yang dibuat sebagai contoh dua kali kemudian carilah pelajaran lain dan ulangilah.
4)      Jelaskan arti/terjemahan kalimah itu.
5)      Menjelaskan fungsinya.
6)      Carilah dari pelajaran perubahan fi’il dalam jumlah(kalimah)yang kedua menjadi isim fa’il.Carilah kalimah yang baru dari pelajaran qiro’ah atau yang lain.

c)      Peta
Peta baik untuk dibuat sebagai media pembelajaran tarkib nahwu. Contoh penggunaan peta penggunaan peta sebagai media pembelajaran tarkib.
ما هذه؟ هذه....... ماهذا؟ هذا............Guru menunjukan peta Negara sambil berkata ماهذه kemudian menjawab هذهمصر kemudian menunjukan kenegara yang lain. Guru juga dapat menanyakan tempat/kota dalam peta,

d)     Media kartu
Contoh nama media:media kartu jual beli
a.       Bahan-bahn yang diperlukan
·         karton ukuran 5 x 10 cm
·         spidol
·         kata-kata yang diambil teks bacaan ditulis dikarton
·         kemudian ditulis juga jenis katanya.

b.      Cara mengaplikasikan
·         siswa pertama mengangkat kartu yang bertuliskan kata-kata(sebagai barang yang dijual)
·         sedangkan siswa yang kedua menukarkannya dengan kartu yang bertuliskan jenis kata(sebagai uang) hingga kartu yang dipegang oleh siswa yang pertama habus terjual ditukar dengan kartu yang dipegang oleh siswa kedua.[8]

3.      Evaluasi Pembelajaran
Dalam pembelajaran Qawaid/tarkib di MI dapat menggunakan evaluasi berupa tes tertulis dan tes lisan. Untuk melakukan evaluasi terlebih dahulu melihat kemampuan murid-muridnya setelah itu barulah bisa menentukan evaluasi yang seperti apa yang cocok dilaksanakan.























BAB III
PENUTUP


A.    Simpulan
Pembelajaran qawa’id merupakan suatu kemestian, karena dengan memahami qawa’id seseorang mampu memahami bahasa Arab dengan tepat dan benar. Selain itu yang dimaksud qawaid/tarkib dalam bahasa Arab yaitu susunan yang ditinjau dari ilmunahwu dan ilmu shorof. Pengertian dari ilmu nahwu sendiri adalah ilmu yang membahas kedudukan kalimah dalam bahasa arab ditinjau dari segi I’rob.
Sedangkan ilmu shorof adalah perubahan asal suatu kata kepada beberapa kata yang berbeda untuk mencapai arti yang dikehendaki yang bisa tercapai hanya dengan perubahan tersebut.
Mempelajari kaidah ini erat hubungannya dengan cara membaca kalimat dalam bahasa Arab, termasuk dalam qira’ah di depan, yaitu mengenai i’rab, tasrif, i’lal, dan lain-lain.

B.     Saran
Dalam makalah ini sudah menjelaskan tentang pembelajaran Qawaid/tarkib di MI secara lebih terperinci,untuk menambah pengetahuan penulis menyerahkan kepada pembaca untuk melanjutkan pembahasan mencari tahu lebih dalam tentang Qawaid/tarkib di MI ini sebagai kajian ilmiah yang lebih sempurna.


DAFTAR PUSTAKA

Alkalali, Asad Muhammad. 1987. Kamus Indonesia Arab. Jakarta: Bulan Bintang.
Chakim Lukman, 2009.  Bahasa Arab untuk MI Kelas VI. Semarang: Aneka Ilmu.
Hanomi, 2009.Qawa’id Dan Qiraah.Padang: Hayfa Press.
Syaekhuddin, dkk, 2009. Belajar Bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI. Jakarta: Erlangga.
Wahyudi Agus, 2013. Aku Cinta Bahasa Arab untuk Kelas V Madrasah Ibtidaiyah. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
file:///C:/Users/Syafa/Downloads/zairi%20%20metode%20pembelajaranqawaid%20dan%20metodologi%20pembelajaran%20bahasa%20arab.htm
http:// mas la 87. ward press. Com



[1]Hanomi, Qawa’id Dan Qiraah, (Padang : Hayfa Press , 2009), h. 44
[2] Lukman Chakim, Bahasa Arab untuk MI Kelas VI. (Semarang: Aneka Ilmu, 2009), h. 2-3
[3]Alkalali, Asad Muhammad. Kamus Indonesia Arab. (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h.7

[4] Agus Wahyudi. Aku Cinta Bahasa Arab untuk Kelas V Madrasah Ibtidaiyah. (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), h. 6, 45 dan 63.
[5] file:///C:/Users/Syafa/Downloads/Asif_Tesis_Bab2%20QAWAIDKU.pdf
[6]Syaekhuddin, dkk. Belajar Bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI. (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 31

[7]file:///C:/Users/Syafa/Downloads/zairi%20%20metode%20pembelajaranqawaid%20dan%20metodologi%20pembelajaran%20bahasa%20arab.htm
[8]http:// mas la 87. ward press. Com